BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Jagung (Zea Mays)
merupakan salah satu komoditas yang terpenting kedua setelah padi. Komoditas
ini menyumbang PDB paling besar kedua setelah padi. Hal ini dikarenakan jagung
memiliki kandungan karbohidrat yang dapat digunakan sebagai alternatif
diversifikasi makanan. Selain itu, jagung memiliki banyak potensi-potensi
lainnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak maupun bahan baku
industri. Pipilan jagung dapat digunakan untuk konsumsi sehari-hari maupun
bahan baku industri pangan. Daun, batang, kelobot, tongkol dapat digunakan
sebagai bahan pakan maupun pemanfaatan yang lainnya.
Prospek pasar jagung baik di pasar domestik maupun dunia
masih sangat cerah. Permintaan jagung diperkirakan akan terus meningkat
mengingat kegunaan jagung yang sangat potensial, perkembangan industri yang
semakin pesat, dan perkembangan peternakan yang semakin luas. Apabila peluang
ini dimanfaatkan oleh pemerintah, maka peningkatan permintaan jagung dapat
berimbas baik pada perekonomian Indonesia. Akan tetapi, peningkatan permintaan jagung dunia ini
rupanya masih belum diimbangi oleh produksi jagung di Indonesia.
Pengusahaan produksi jagung di Indonesia masih belum bisa
memenuhi kebutuhan domestik walaupun jagung merupakan komoditas yang menyumbang
PDB terbesar kedua setelah padi. Pengusahaan produksi jagung ini masih
terbentur oleh beberapa masalah yaitu 1) penggunaan bibit unggul, baik hibrida
maupun bersari bebas, yang berdaya hasil tinggi masih terbatas, 2) masih banyak
petani yang menggunakan jarak tanam yang tidak tepat pada usaha tani padi di
lahan sawah, serta 3) pemupukan yang pada umumnya belum disesuaikan dengan
kebutuhan hara tanah dan spesifikasi lokasi.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah melakukan
upaya peningkatan produksi jagung. Upaya peningkatan produksi jagung merupakan
konsentrasi kedua pemerintah setelah upaya peningkatan produksi padi.
Pemerintah melakukan peningkatan produksi jagung melalui yaitu melalui dua cara
yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan cara
melakukan Pengelolaan Tanaman Terpadu, sedangkan ekstensifikasi dilakukan
dengan cara melakukan pembukaan lahan baru.
Penggunaan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) sesuai
dengan strategi pembangunan ekonomi Indonesia berbasis agribisnis yang
diprogramkan pemerintah, yaitu merancang pertanian yang berkelanjutan. PTT
merupakan tehnik untuk meningkatkan produktivitas tanaman yang berkaitan dengan
ketersediaan sumber daya alam maupun manusia sehingga bersifat spesifik lokasi
dan berkelanjutan. Dengan demikian, mempelajari lebih lanjut tehnik produksi
jagung oleh mahasiswa dapat sangat berguna bagi mahasiswa karena peranan
komoditas jagung yang sangat luas bagi kemajuan Indonesia.
1.2 Tujuan
1.
Mahasiswa
dapat memahami dan menerapkan prinsip teknik produksi jagung
2.
Melatih
keterampilan mahasiswa dalam menganalisa komponen teknologi produksi jagung
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Jagung merupakan
komoditas pertanian yang mendapat perhatian khusus di Indonesia sebab menjadi
bahan makanan pokok kedua setelah beras (Gonggo dkk., 2004). Tidak hanya di
Indonesia, ternyata jagung juga menjadi komoditas yang diutamakan di dunia. Jagung
adalah makanan dan tanaman pangan terpenting di dunia karena menyediakan
kandungan karbohidrat, protein, dan mineral (Ogunniyi, 2011 dalam Mwololo, 2013). Menurut Mwololo
(2013), di Africa, jagung banyak diusahakan di pertanian berskala kecil untuk
digunakan sebagai makanan manusia maupun pakan ternak. Hal yang sama juga
terjadi di Nigeria. Menurut Oladejo (2013), banyaknya petani yang menanam
jagung di Nigeria menunjukkan bahwa tanaman jagung salah satu tanaman serelia
yang penting untuk dibudidayakan. Alasannya adalah karena jagung memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Pipilan jagung, daun, batang, tongkol, dan bagian jagung
lainnya dapat digunakan sebagai bahan baku pangan dan bahan baku nonpangan
(IITA, 2001 dalam Oladejo, 2013).
Menurut BPPD
Kaltim (Tanpa tahun), Jagung sebagai bahan pangan yang
mengandung 70 persen pati, 10% protein, dan 5% lemak mempunyai potensi besar
untuk dikembangkan menjadi beragam macam produk. Produk turunan potensial yang
bisa dihasilkan dari komoditas jagung disajikan pada bagan dibawah.
Permintaan yang terus
meningkat terhadap jagung diakibatkan karena potensi jagung yang sangat luas.
Namun nyatanya tingginya permintaan jagung tidak dapat diikuti dengan
peningkatan produksi jagungnya. Menurut Mubarakkan (2012), hingga akhir 2010,
impor jagung mencapai 2,5 juta ton dari kebutuhan 5,5 juta ton atau meningkat
65% dari tahun2009. Namun hingga saat ini produksi jagung nasional belum mampu
memenuhi kebutuhan domestik yang mencapai 11 juta ton/tahun.
Menurut Kanakadurga
dkk. (2012), diantara jenis-jenis jagung, jagung manis memiliki pasar yang
paling besar dan variasi yang banyak sehingga nutrisinya bermacam-macam. Hal
serupa juga disebutkan Marvelia (2006), tanaman jagung manis atau sweet corn
merupakan jenis jagung yang belum lama dikenal dan baru dikembangkan di
Indonesia. Sweet corn semakin popular dan banyak dikonsumsi karena memiliki rasa
yang lebih manis dibandingkan jagung biasa. Selain itu umur produksinya lebih singkat
(genjah) yaitu 70 – 80 hari sehingga sangat menguntungkan (Anonim, 1992 dalam
Maervelia, 2006).
Jagung (Zea mays) adalah tanaman
semusim yang mempunyai batang berbentuk bulat, beruas-ruas dan tingginya antara
60 – 300 cm. Tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi (ketinggian 0-1.300 m dpl). Curah hujan yang optimal adalah antara 85 –
100 mm/bulan dan turun merata sepanjang tahun (BPPMD Kaltim, tanpa tahun). Dengan penerapan
teknologi usahatani jagung spesifik lokasi, meliputi penggunaan varietas unggul
jagung bersari bebas atau hibrida, perbaikan cara tanam, pemupukan dengan cara
dan dosis yang tepat, pengelolaan tanah sesuai kondisi lahan, pengendalian hama
dan penyakit memberikan peluang untuk meningkatkan produktifitas jagung yang
cukup tinggi (Wirawan dan Wahab, 1996). Hal yang serupa juga diutarakan Idris
dan Mohammed (2012), bahwa produksi jagung yang sukses tergantung pada
pemilihan aplikasi pemeliharaan tanaman jagung yang tepat sehingga dapat
menyokong lingkungan sekaligus produksi pertanian.
Pemeliharaan tanaman jagung meliputi
kegiatan penjarangan dan penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pengairan dan
pemupukan. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh atau
mati, dilakukan 7-10 hari setelah tanam. Jumlah dan jenis benih serta perlakuan
dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman (BPPMD KALTIM, tanpa tahun).
Dalam usaha
peningkatan produksi, penggunaan varietas unggul sangat dianjurkan karena
memiliki potensi panen yang lebih banyak daripada varietas lokal. Beberapa
varietas unggul dapat digunakan sebagai alternatif. Untuk daerah-daerah
tertentu yang lebih menyukai varietas lokal karena alasan rasa dan umur panen,
varietas lokal masih dapat ditanam tetapi cara budidaya-nya harus diperbaiki
(Wirawan dan Wahab, 1996).
Cara tanam diusahakan
dengan jarak yang teratur, baik dengan ditugal maupun mengikuti alur bajak.
Populasi tanaman optimal berkisar antara 62.500 - 100.000 tanaman/ha, dengan
jarak tanam 75 cm x 40 cm, 2 tanaman /lubang atau 75 cm x 20 cm,1
tanaman/lubang. Untuk varietas lokal pada musim penghujan jarak tanam 75 cm x
30 cm,2 tanaman/lubang. Untuk jagung hibrida, jarak tanam 75 cm x 20 cm, 1
tanaman/lubang dapat memberikan pertumbuhan dan hasil produksi yang lebih baik.
Penanaman dapat juga dilakukan dengan sistem dua baris (double row), yaitu
jarak tanam (100 cm x 50 cm) x 20 cm dengan 1 tanaman/lubang (BPPMD KALTIM, tanpa tahun).
Selain itu, jagung
membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk pertumbuhannya. Menurut Nurdin
(2008), unsur hara makro yang essensial untuk jagung antara lain nitrogen (N),
fosfor (P) dan kalium (K). Sutoro et al. (1988 dalam Nurdin, 2008)
pernah melaporkan bahwa pupuk N sangat dibutuhkan jagung pada tanah dengan
kadar N-total kurang dari 0,4%. Selanjutnya jagung memberikan respons terhadap
pupuk apabila kadar P-tersedia dalam tanah kurang dari 87,32 mg.kg-1. Sedangkan
tanah dengan kadar K-dd kurang dari 0,43cmol.kg-1 tanah, jagung perlu dipupuk .
Pemupukan memberikan
berbagai rangsangan kepada tanaman untuk tumbuh dengan baik. Menurut Gumeleng
(2003 dalam Nurdin, 2008) melaporkan bahwa waktu pembungaan sering dapat
dipercepat 3-10 hari dengan pemberian pupuk. Selanjutnya Polakitan et al. (2004
dalam Nurdin, 2008) melaporkan bahwa jika tanaman kahat hara P, maka gejala
yang ditunjukkan yaitu daun mengalami klorosis, ujung daun mengalami nekrosis,
serta warna daun dan batang menjadi unggu pada bagian-bagian tanaman. Mamonto
(2005 dalam Nurdin, 2008) juga melaporkan bahwa pupuk NPK sangat dibutuhkan
untuk merangsang pembesaran diameter batang serta pembentukan akar yang akan
menunjang berdirinya tanaman disertai pembentukan tinggi tanaman pada masa
penuaian atau masa panen. Di samping itu, faktor cahaya matahari yang tidak
merata karena ternaungi menyebabkan pertumbuhan tinggi tanaman terhambat.
BAB
3. METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum
Teknologi Produksi Tanaman untuk acara Teknologi Produksi Budidaya Jagung (Zea mays) dilakukan pada hari Sabtu
tanggal 27 September 2014 pukul
15.00 WIB sampai dengan tanggal dipanennya tanaman jagung di
lahan Agrotekno Park Jubung.
3.2.
Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Benih
jagung hibrida dan non hibrida
2. Pupuk
kandang atau kompos
3. Pupuk
Urea, SP-36, KCl
4. Pestisida
3.2.2 Alat
1. Cangkul
2. Roll
meter
3. Tali
rafia
4. Papan
nama
5. Ajir
6. Timba
7. Cetok
8. Timbangan
3.3
Cara Kerja
1. Menyiapkan
lahan dengan membersihkan tanah dari sisa-sisa tanaman dan gulma, lalu tanah
diolah secara intensif dengan membajak/mencangkul sedalam 15-20 cm sebanyak 2
kali, diratakan dan dibuat saluran drainase.
2.
Melakukan penanaman sesuai dengan
kelompok masing-masing dan dengan benih yang telah ditentukan (Hibrida atau non
hibrida) serta memperhatikan jarak yang digunakan 75 x 20 cm atau 75 x 40 cm.
3. Memelihara
tanaman meliputi penyulaman, pemupukan, pengairan, penyiangan, pembubunan, dan
pengendalian hama dan penyakit.
4. Melakukan
penjarangan setelah 1 minggu setelah tanam, disisakan sesuai dengan perlakuan
5. Memupuk
menggunakan Urea, KCL, dan SP 36 dengan
dosis masing-masing 250 kg/ha, 75 kg/ha dan 50 kg/ha. Seluruh SP 36 dan KCL
serta sepertiga bagian urea diberikan saat tanam, sepertiga lagi urea diberikan
saat tanaman berumur 4 minggu, dan sisa urea sepertiga bagian diberikan saat
tanaman berumur 6 minggu.
6. Setelah
benih ditanamkan, melakukan pengairan dengan penyiraman secukupnya, kemudian
setelah berbunga diperlukan air yang lebih banyak.
7. Melakukan
penyiangan setelah tanaman berusia 15 hari setelah tanam dan dilakukan setiap 2
minggu sekali.
8. Melakukan
pembubuan bersamaan dengan penyiangan pertama untuk memperkokoh posisi batang
tanaman yang dilakukan saat tanaman berusia 6 minggu selama tanam, bersamaan
dengan kegiatan pemupukan.
9. Melalukan
pengendalian hama dan penyakit sesuai dengan hama dan penyakit yang ada.
10. Memanen
pada umur 90-100 hari setalah tanam.
BAB
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kelompok
|
Varietas
|
Jarak
Tanam
|
Minggu
Ke-
|
Parameter
Pengamatan
|
|
Rata2 Jumlah
Daun
|
Rata2
Tinggi Tanaman
|
||||
1
|
Hibrida
|
75 x
20 cm
|
1
|
2,28
|
5,71
|
2
|
4,89
|
21,35
|
|||
3
|
8
|
44,42
|
|||
4
|
10,6
|
81,89
|
|||
5
|
13,1
|
119,1
|
|||
6
|
15,2
|
162,4
|
|||
Rata-Rata
|
9,01
|
72,48
|
|||
3
|
75 x
40 cm
|
1
|
1,2
|
2,8
|
|
2
|
3,1
|
11,8
|
|||
3
|
5,9
|
25,5
|
|||
4
|
8,2
|
52,1
|
|||
5
|
11,5
|
79,7
|
|||
6
|
25,2
|
115,2
|
|||
Rata-Rata
|
9,18
|
47,85
|
|||
2
|
Non
Hibrida (Lokal)
|
75 x
20 cm
|
1
|
1,57
|
5,85
|
2
|
4,64
|
22,62
|
|||
3
|
7,11
|
47,3
|
|||
4
|
9,66
|
73,55
|
|||
5
|
16,61
|
108,66
|
|||
6
|
11,22
|
144,94
|
|||
Rata-Rata
|
9,36
|
67,15
|
|||
4
|
75 x
40 cm
|
1
|
1,5
|
6,99
|
|
2
|
5,6
|
23,6
|
|||
3
|
9,16
|
44,2
|
|||
4
|
13,6
|
78
|
|||
5
|
13,1
|
123,6
|
|||
6
|
16,5
|
150,6
|
|||
Rata-Rata
|
9,91
|
71,16
|
4.2 Pembahasan
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa parameter yang
diamati adalah jumlah anakan daun dan tinggi tanaman dengan variabel bebas
jarak tanam dan kualitas benih. Rata-rata jumlah daun tanaman jagung varietas
hibrida jarak tanam 75 x 20 dan 75 x 40 mengalami pertumbuhan yang signifikan
walaupun tetap terdapat perbedaan. Pada varietas tanaman hibrida, tanaman
jagung yang ditanam dengan jarak tanam lebih renggang atau 75 x 40 menunjukkan
pertumbuhan yang baik pada minggu terakhir, dapat dilihat dari jumlah rata-rata
daun yang tumbuh pada minggu tersebut sebanyak 25,2 helai. Sedangkan tanaman
jagung yang ditanam dengan jarak tanam 75 x 20 memiliki jumlah daun yang lebih
sedikit yaitu sebanyak 15,02 helai pada minggu ke 6.
Rata-rata jumlah daun pada varietas non hibrida mengalami
pertumbuhan yang tidak stabil. Pada minggu ke empat, rata-rata jumlah daun
tanaman jagung yang ditanam pada jarak 75 x 40 meningkat akan tetapi pada
minggu berikutnya menurun dan kembali meningkat pada minggu terakhir. Sedangkan
rata-rata jumlah daun pada tanaman jagung yang ditanam dengan jarak 75 x 20
mengalami peningkatan sampai minggu ke 5 dan menurun pada minggu ke 6.
Penurunan yang terjadi pada varietas non hibrida terjadi dikarenakan layu dan
kering.
Perbandingan rata-rata tinggi tanaman pada varietas
Hibrida dengan jarak tanam 75 x 40 cm dan 75 x 20 cm terlihat sangat nyata. Keduanya
mengalami progres yang signifikan. Tanaman jagung varietas hibrida yang ditanam
dengan jarak 75 x 20 cm memiliki rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi
daripada tanaman yang ditanam dengan jarak tanam 75 x 40 cm yaitu sebesar 72,48
cm. Pada varietas non hibrida, jagung yang ditanam dengan jarak tanam 75 x 40
cm memiliki rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada jagung dengan
jarak tanam 75 x 20 cm yaitu sebesar 71,1 cm.
Dari tabel dibawah, dapat disimpulkan bahwa rata-rata
jumlah daun terbanyak dimiliki oleh tanaman jagung yang mendapatkan perlakuan
jarak tanam 75 x 40 cm pada varietas non hibrida maupun hibrida. Rata-rata
tinggi tanaman paling tinggi dimiliki oleh tanaman jagung dengan perlakuan
jarak tanam 75 x 20 pada varietas hibrida, dan jarak tanam 75 x 40 cm pada
varietas non hibrida.
Rata2
|
Grafik 1. Grafik Rata-Rata Jumlah Daun pada Varietas
Hibrida
Rata2
|
Grafik 2. Grafik Rata-rata Jumlah Daun pada Varietas
Non-Hibrida
Grafik 3. Grafik Rata-Rata Tinggi Tanaman pada Varietas
Hibrida
Rata2
|
Grafik 4. Grafik Rata-Rata Tinggi Tanaman pada Varietas
Non-Hibrida
Faktor yang menyebabkan
pertumbuhan jagung terhambat adalah kurangnya air. Air menjadi salah satu faktor penentu
yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman jagung. Air sangat diperlukan untuk mempercepat
pertumbuhan jagung. Saat air yang dibutuhkan tanaman jagung ini kurang, dalam
sekejap tanaman jagung akan menjadi layu. Akan tetapi, tanaman jagung merupakan tanaman yang hanya membutuhkan
kadar air sedikit dalam siklus pertumbuhannya. Sehingga pemberian air tidak boleh terlalu sedikit dan
tidak boleh terlalu banyak.
Selain
itu, air
merupakan hal pokok dalam melakukan berbagai kegiatan seperti pebelahan sel,
perkembangan tanaman dan lain-lain. Usaha untuk meningkatkan produksi tanaman
terutama tanaman jagung memerlukan air yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jagung.. Air didapat tanaman jagung dari dalam tanah
melalui bulu-bulu akar tanaman. Masuknya air ke dalam akar melalui proses
difusi yang terjadi pada sel akar tanaman. Akar tanaman jagung dapat mencapai
panjang 25 cm sehingga dalam mencari sumber air tanah lebih efektif. Untuk
tanaman jagung tanah yang paling bagus digunakan adalah tanah yang memiliki
ketersedian air yang cukup selama pertumbuhan tanaman dan memiliki aerasi yang
cukup.
Beberapa keunggulan
yang dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman jagung dengan menggunakan benih
hibrida adalah tanaman yang tumbuh terlihat lebih subur, segar dan daunnya
tidak mudah
diserang oleh hama dan penyakit. Beberapa keunggulan ini dikarenakan benih
hibrida yang digunakan memang memiliki sifat yang demikian. Sedangkan
kelemahan benih hibrida
adalah mahal. Dan dari perkembangan tanaman yang diamati, pertumbuhan tanaman benih hibrida tidak terlalu
signifikan. Ketika dibandingkan dengan penggunaan benih lokal, tanaman jagung
yang menggunakan benih hibrida memiliki tinggi yang lebih kecil. Akan tetapi diharapkan tinggi tanaman jagung varietas
hibrida ini diharapkan akan membawa dampak baik bagi perkembangan generatifnya.
Keunggulan
menggunakan benih jenis lokal adalah harganya terjangkau oleh petani. Dengan
menggunakan benih jenis lokal, petani tidak perlu mengeluarkan biaya pembelian
bibit terlalu banyak. Akan tetapi kelemahan benih jenis lokal adalah
produktivitasnya yang rendah. Jagung varietas non hibrida/lokal memiliki fase
vegetatif yang lebih lama, artinya sebagian banyak hasil fotosintetis digunakan
untuk fase vegetatif daripada fase generatifnya. Selain itu, benih varietas non
hibrida sangat rentang terhadap penyakit dan hama sehingga hasilnya buruk.
Agar
produktivitas jagung petani meningkat, maka diharapkan petani menggunakan benih
bersertifikat dan hibrida atau unggulan. Akan tetapi penggunaan benih
bersertifikat dan unggulan itu juga harus disertai tehnik budidaya yang benar.
Segala kebutuhan tanaman harus tercukupi agar dapat tanaman dapat tumbuh dan
berproduksi dengan optimal
BAB 5. KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Rata-rata
jumlah daun terbanyak dimiliki oleh tanaman jagung yang mendapatkan perlakuan
jarak tanam 75 x 40 cm pada varietas hibrida maupun non hibrida yaitu sebesar
9,18 cm dan 9,91 cm. Rata-rata tinggi tanaman paling tinggi dimiliki oleh
tanaman jagung dengan perlakuan jarak tanam 75 x 20 pada varietas hibrida, dan
jarak tanam 75 x 40 cm pada varietas non hibrida. Masing-masing memiliki
rata-rata tinggi sebesar 72,48 cm dan 71,1 cm.
2.
Keunggulan menggunakan benih hibrida adalah tanaman lebih sehat dan tidak
mudah terkena penyakit akan tetapi harga benih hibrida lebih mahal. Sedang
keunggulan menggunakan benih lokal adalah lebih murah akan tetapi produktivitas
rendah.
5.2
Saran
Perlu diketahui lebih dalam
tentang pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman jagung.
DAFTAR
PUSTAKA
Mubarakkan dkk. 2012.
Produktivitas dan Mutu Jagung Hibrida Pengembangan dari Jagung Lokal pada
Kondisi Input Rendah sebagai Sumber Pakan Ternak Ayam. Naturalis, 1 (01) : 67-74
Gonggo dkk. 2004. Pertumbuhan
dan Hasil Jagung pada Lahan Gambut dengan Penerapan Teknologi Tampurin. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia, 6 (1) : 14-21
Nurdin dkk. 2009. Pertumbuhan
dan Hasil Jagung yang Dipupuk N, P, dan K pada Tanah Vertisol Isimu Utara
Kabupaten Gorontalo. Tanah Trop. 14
(1) : 49-56
Mwlolo et al. 2013. Evaluation
of Traits of Resistance to Potharvest Insect Pets in Tropical Maize. IJACS, 6 (13) : 926-933
Oladejo, J.A. 2013. Comparative
Analysis of Factor Influencing Quantity of Maize Marketed among Agricultural
Households in Oyo and Osun States, Nigeria. European
Journal of Agriculture and Foresty Research, 1 (1)
: 1-16
Idris, E. A., dan Mohammed, H.
I. 2012. Screening Maize (Zea Mays L.) Genotypes by Genetic Variability of
Vegetative and Yield Traits Using Compromise Programming Technique. British Biotechnology, 2 (2)
: 102-114
BPPMD KALTIM. Tanpa tahun. Budidaya Tanaman Jagung Terintegrated dengan
Industri Pakan Ternak. Kaltim : BKPM
Wirawan G.N. dan Wahab M.I.
1996. Rakitan Paket Teknologi untuk
Mendukung Program Peningkatan Produksi Jagung di Jawa Timur. Wonocolo: IPPT Wonocolo
Kanakadurga, K., et all. 2012.
Influence of Planting Methods, Spacing, and Fertilization on Yield and Quality
of Sweet Corn. Maize, 1 (2) : 121-113
Marvelia A. dkk., 2006.
Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea Mays L. Saccharata) yang Diperlakukan dengan
Kompos Kascing dengan Dosis yang Berbeda. Anatomi
dan Fisiologi, 14 (2) : 7-18